Minggu, 09 Mei 2010

Menariknya Menggunakan CTL Dalam Proses Belajar Mengajar Bagi Siswa

Oleh : Awandi


A. Absrak
Anak belajar lebih baik melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan yang alamiah. Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak, “mengalami” apa yang dipelajarinya, bukan “mengetahui-nya”. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi “mengingat” jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dan itulah yang terjadi di kelas-kelas sekolah kita.

B. Pendahuluan

Pendekatan kontextual (Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami. Bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.

Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan begitu memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pembimbing.

Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru (pengetahuan dan ketrampilan) datang dari “menemukan diri” bahkan dari “apa kata guru”. Begitu peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.

Kontekstual hanya sebagai strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain, kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada (Prof. Dr. Yatim Riyanto, M.Pd , 2009:161).

Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. (learning is defined as the modification or strengthening of behaviour through experiencing).

Menurut pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.

Pengertian ini sangat berbeda dengan pengertian lain tentang belajar, yang menyatakan bahwa belajar adalah memperoleh pengetahuan, belajar adalah latihan-latihan pembentukan kebiasaan secara otomatis, dan seterusnya.

Sejalan dengan perumusan di atas, ada pula tafsiran lain tentang belajar, yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.

Dibanding dengan pengertian pertama, maka jelas, tujuan belajar itu prinsipnya sama, yakni perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara atau usaha pencapaiannya. Pengertian ini menitik beratkan pada interaksi antara individu dengan lingkungan. Di dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman belajar. William Burton mengemukakan bahwa : A good learning situation consist of a rich and varied sense of learning experiences unified around a vigorous purpose, and carned on in interaction with arich, varied and provocative environment.

C. Pembahasan

Kembali ke konsep tentang CTL. Dalam pembelajaran kontekstual guru dituntut membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya adalah guru lebih berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi. Di sini guru hanya mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa. Kegiatan belajar mengajar (KBM) lebih menekankan Student Centered daripada Teacher Centered. Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut: 1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa. 2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama. 3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual. 4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka. 5) Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya.

Kurikulum dan pengajaran yang didasarkan pada strategi pembelajaran kontekstual harus disusun untuk mendorong lima bentuk pembelajaran penting: Mengaitkan, Mengalami, Menerapkan, kerjasama, dan mentransfer.


MENGAITKAN: Belajar dalam konteks pengalaman hidup, atau mengaitkan. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru. Kurikulum yang berupaya untuk menempatkan pembelajaran dalam konteks pengalaman hidup harus bisa membuat siswa memperhatian kejadian sehari-hari yang mereka lihat, peristiwa yang terjadi di sekitar, atau kondisi-kondisi tertentu, lalu mengubungan informasi yang telah mereka peroleh dengan pelajaran kemudian berusaha untuk menemukan pemecahan masalah terhadap permasalahan tersebut.

MENGALAMI: Belajar dalam konteks eksplorasi, mengalami. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan-bahan dan untuk melakukan bentuk-bentuk penelitianaktif.

MENERAPKAN: Menerapkan konsep-konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat bagi diri siswa. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistik dan relevan.

KERJASAMA: Belajar dalam konteks berbagi, merespons, dan berkomunikasi dengan siswa lain adalah strategi pengajaran utama dalam pengajaran kontekstual. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa mempelajari materi, juga konsisten dengan dunia nyata. Seorang karyawan yang dapat berkomunikasi secara efektif, yang dapat berbagi informasi dengan baik, dan yang dapat bekerja dengan nyaman dalam sebuah tim tentunya sangat dihargai di tempat kerja. Oleh karena itu, sangat penting untuk mendorong siswa mengembangkan keterampilan bekerjasama ini.


MENTRASFER: Belajar dalam konteks pengetahuan yang ada, atau mentransfer, menggunakan dan membangun atas apa yang telah dipelajari siswa. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.

Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuah komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic). Adapaun penjelasannya sebagai berikut:

1. Konstruktivisme (constructivism). Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuan yang dimilikinya.


2. Menemukan (Inquiry). Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).


3. Bertanya (Questioning). Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk : 1) menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.


4. Masyarakat Belajar (Learning Community). Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.


5. Pemodelan (Modeling). Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.


6. Refleksi (Reflection). Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.


7. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment). Penialaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun

D. Kesimpulan

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:

a). Pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada

keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata,

sehingga para peserta didik, mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil

belajar dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian peserta didik merasa pentingnya

belajar, dan akan memperoleh makna yang mendalam dengan apa yang dipelajarinya.

b). Tujuan dan maksud belajar timbul dari kehidupan anak sendiri.

e). Proses belajar terutama mengerjakan hal-hal yang sebenarnya.

Belajar apa yang diperbuat dan mengerjakan apa yang dipelajari.

h). Siswa mereaksi sesuatu aspek dari lingkungan yang bermakna baginya.

i). Siswa diarahkan dan dibantu oleh orang-orang yang berada dalam

lingkungan itu.

DAFTAR PUSTAKA

Iskandar Wirjokusumo, 2009, Pengantar Metode Penelitian Kuantitatif, Surabaya Unesa University Press

Nawawi Hadari, 1997, Belajar dan Teori Pembelajaran, Jakarta, Universitas Terbuka.

I Nyoman Degeng, 2008, Strategi Pembelajaran Penataan Dan Penyampaian Isi , Surabaya, Universitas PGRI Adi Bhuana Surabaya

Oemar Hamalik, 2008, Kurikulum Dan Pembelajaran, Jakarta PT Bumi Aksara.

Suharsini Arikunto, 1996, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.

Yatim Riyanto, 2009, Surabaya, Paradigma Baru Pembelajaran, Kencana Prenada Media Group.

Senin, 03 Mei 2010

BAGAIMANA MEMBANGUN POLA BERPIKIR KRITIS PADA SISWA

A. Abstrak
Berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi. Berpikir kritis yaitu proses intelektual yang aktif dan penuh dengan ketrampilan dalam membuat pengertian atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat sintesis, dan mengevaluasi. Semua kegiatan tersebut berdasarkan hasil observasi, pengalaman, pemikiran, pertimbangan, dan komunikasi, yang akan membimbing dalam menentukan sikap dan tindakan. Berpikir kritis ialah sebuah proses yang menekankan kepada sikap penentuan keputusan sementara, memberdayakan logika yang berdasarkan inkuiri dan pemecahan masalah yang menjadi dasar dalam menilai sebuah perbuatan atau pengambilan keputusan. Berpikir merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat digunakan dalam pembentukan system konseptual siswa.
B. Pendahuluan
Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi–mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan. Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking, sebab berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju.
Pendapadat senada dikemukakan Anggelo (1995:6), berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.
Pernyataan tersebut ditegaskan kembali oleh Angelo (1995:6), bahwa berpikir kritis harus memenuhi karakteristik kegiatan berpikir yang meliputi : analisis, sintesis, pengenalan masalah dan pemecahannya, kesimpulan, dan penilaian.


C. Pembahasan
Tahapan berpikir kritis
a. Ketrampilan menganalisis, ketrampilan menganalisis merupakan suatu ketrampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut.
Dalam ketrampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci. Pertanyaan analisis, menghendaki agar pembaca mengidentifikasi langkah-langkah logis yang digunakan dalam proses berpikir hingga sampai pada sudut kesimpulan Kata-kata operasional yang mengindikasikan ketrampilan berpikir analitis, diantaranya: menguraikan, membuat diagram, mengidentifikasi, menggambarkan, menghubungkan, merinci, dsb.
b. Ketrampilan mensintesis, ketrampilan mensintesis merupakan ketrampilan yang berlawanandengan ketrampilan menganalisi. Ketrampilan mensintesis adalah ketrampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru.
Pertanyaan sistesis menurut pembaca untuk menyatupadukan semua informasi yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam bacaannya. Pertanyaan sistesis ini member kesempatan untuk berpikir bebas terkontrol. Ketrampilan mengenal dan memecahkan masalah, ketrampilan ini merupakan ketrampilan aplikatif konsep kepada beberpa pengertian baru. Ketrampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis sehingga setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan ketrampilan ini bertujuan agar pembaca mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang lingkup baru.
c. Ketrampilan menyimpulkan, ketrampilan menyimpulkan ialah kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang baru yang lain.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa ketrampilan ini menuntut pembaca untuk mampu menguraikan dan memahami berbagai aspek secara bertahap agar sampai kepada suatu formula baru yaitu sebuah simpulan. Proses pemikiran manusia itu sendiri, dapat menempuh dua cara, yaitu: deduksi dan induksi. Jadi, kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir yang memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan yang baru.
d. Ketrampilan mengevaluasi atau menilai, ketrampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kreteria yang ada.
Ketrampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu.
Dalam taksonomi belajar, menurut Bloom, ketrampilan mengevaluasi merupaka tahap berpikir kognitif yang paling tinggi. Pada tahap ini siswa dituntut agar ia mampu mensinergikan aspek-aspek kognitif lainnya dalam menilai sebuah fakta atau konsep.
Pengukuran indicator-indikator yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas dapat dilakukan dengan menggunakan universal intellectual standars. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Paul, (2000:1) dan Sciven (2000:1) yang menyatakan, bahwa pengukuran ketrampilan berpikir kritis dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan : “Sejauh manakan siswa mampu menerapkan standar intelektual dalam kegiatan berpikirnya”.
Universal intellectual standars adalah standarisasi yang harus diaplikasikan dalam berpikir yang digunakan untuk mengecek kualitas pemikiran dalam merumuskan permasalahan, isu-isu, atau situasi-situasi tertentu. Berpiklir kritis harus selalu mengacu dan berdasar kepada standar tersebut.

D. Kesimpulan
Berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan.
Berpikir kritis harus memenuhi karakteristik kegiatan berpikir yang meliputi : analisis, sintesis, pengenalan masalah dan pemecahannya, kesimpulan, dan penilaian.


DAFTAR KEPUSTAKAAN
Bobbi De Porter & Mike Hernacki, 2001, Quantum Learning, Membiasakan Belajar Nyaman dan menyenangkan. Bandung: KAIFA
Hakim, Thursan, 2001, Belajar Secara Efektif, Surabaya, Usaha Nasional.
Nawawi Hadari, 1997, Belajar dan Teori Pembelajaran, Jakarta, Universitas Terbuka.
I Nyoman Degeng, 2008, Strategi Pembelajaran Penataan Dan Penyampaian Isi , Surabaya, Universitas PGRI Adi Bhuana Surabaya
Oemar Hamalik, 2008, Kurikulum Dan Pembelajaran, Jakarta PT Bumi Aksara.
Yatim Riyanto, 2009, Surabaya, Paradigma Baru Pembelajaran, Kencana Prenada Media Group.

CARA MENGAJAR YANG MENYENANGKAN

Kegiatan paling awal dari pembelajaran adalah menarik perhatian dan menyenangkan siswa agar peristiwa-peristiwa pembelajaran berikutnya dapat berjalan dengan baik.
Perhatian si pembelajar dapat ditingkatkan dengan memberikan perubahan-perubahan rangsangan
Sekolah harus menjadi ajang kegiatan yang paling menyenangkan . Belajar secara menyenangkan, bagaimana caranya? Mengapa pemelajar akan sangat efektif apabila si pemelajar berada dalam keadaan yang menyenangkan? Apakah menyenangkan berarti para pemelajar bebas melakukan apa yang disukainya? Atau, apakah menyenangkan berarti sebuah kegiatan belajar itu tidak menekan, tidak mengancam, dan tidak memberdaya para siswa?
Menyenangkan atau membuat suasana belajar dalam keadaan gembira bukan berarti menciptakan suasana ribut dan hura-hura. Ini tidak ada hubungannya kesenangan yangh sembrono kemeriyahan yang dfangkal. Kkegembiraan disini berarti bangkitnya minat, atau keterlibatan penuh, sertaterciptanya makn, pemahaman, (penguasaan atas materi yang dipelajari), dan nilai yang membahagiakan pada diri si pemelajar. Itu semua adalah kegembiraan dalam melahirkan sesuatu yang baru. Dan penciptaan kegembiraan ini jauh lebih penting ketimbang segala teknik atau metode atau medium yang mungkin dipilih untuk digunakan.
Mungkin ada rumusan tentang menyenangkan dalam konteks lain. Namun mari kitabahas lebih dahulu rumusan yang diajukan oleh Meier. Dari rumusan di atas, akan kita dapati beberapa komponen pembangun suasana yang menyenangkan tersebut.
Pertama, bangkitkan minat. Kedua, adanya keterlibatan. Ketiga, terciptanya makna. Keempat, adanya pemahaman atau penguasaan materi. Kelima, munculnya nilai yang membahagiakan. Lantas, dari gabungan seluruh komponen pembangun suasana yang menyenangkan tersebut, niscaya akan lahirlah kemudian yang baru.

Pertama, soal bangkitnya minat. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, minat diartikan sebagai kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Dalam bahasa yang lebih simpel, minat kadang dipadankan juga dengan gairah atau keinginan yang menggebu-gebu. Jadi apabila kegembiraan dikaitkan dengan komponen pertama ini, maka jelas bahwa seorang pengajar atau pemelajar menjadi gembira lantaran di dalam dirinya memang ada keinginan mengajarkan atau mempelajari suatu materi pelajaran. Apabila di dalam diri seseorang tidak muncul gairah untuk mengajar atau belajar tentang hal-hal yang akan diajarkan atau dipelajari, maka di dalam lingkungan belajar-mengajar itu agak sulit dikatakan ada kegembiraan.

Kedua, adanya keterlibatan penuh si pemelajar dalam mempelajari sesuatu. Komponen kedua ini sangat bergantung pada keberadaan komponen pertama. Apakah mungkin seorang pemelajar dapat terlibat secara penuh dan aktif dalam mengikuti sebuah pelajaranapabila di dalam dirinya tidak adasama sekali keinginan atau gairah untuk mengikuti pelajaran tersebut? Apakah mungkin si pemelajar benar-benar mengonsentrasikan diri untuk fokus pada apa yang dipelajarinya apabila dia tidak terhubungkan secara batin dengan yang dipelajarinya. Keterlibatan memerlukan huungan timbal balik. Apa yang dipelajari dan siapa yang ingin mempelajari perlu ada jalinan yang akrab dan saling memahami.

Ketiga, ihwal terciptanya makna. Makna tidak mudah didefinisikan. Makna berkaitan erat dengan masing-masing pribadi. Makna kadang muncul secara sangat kuat dalam kontek yang personal. Kata yang mungkin paling dekat dan mudah kita pahami berkaitan dengan makna adalah terbitnya sesuatu yang memang mengesankan. Sesuatu yang mengesankan biasanya dapat menghadirkan makna. Jadi, apabila sebuah pembelajaran tidak dapat menimbulkan kesan mendalam terhadap pemelajar, maka mustahil ada makna. Apabila pembelajaran itu kering, monoton, dan hampa dari hal-hal yang membuat suasana menjadi segar dan ceria, tentulah akan sulit menciptakan makna dalam suatu pemelajaran.

Keempat, ihwal pemahaman atas materi yang dipelajari. Apabila minat seseorang pemelajar dapat ditumbuhkan ketika mempelajari sesuatu, lantas dia dapat terlibat secara aktif dan penuh dalam membahas materi-materi yang dipelajarinya, dan ujung-ujungnya diaterkesan dengan sebuah pemelajaran yang diikutinya, tentulah pemahaman akan materi yang dipelajarinya dapatmuncul secara sangat kuat. Rasa ingin tahu atau kehendak untuk menguasai materi yang dipelajarinya akan tumbuh secara hebat apabila dia berminat, terlibat, dan terkesan, Sebab ada kemungkinan ketika dia belajar sesuatu yang baru, dia kemudian dapat mengkaitkan hal-hal-hal baru itu dengan pengalaman lama yang sudah tersimpan di dalam dirinya.

Kelima, tentang nilai yang membahagiakan. Bahagia, menurut bahasa, adalah keadaan atau perasaan senang tentram (bebas dari segala yang menyusahkan). Berkaitan dengan belajar, bahagia adalah keadaan yang bebas dari tekanan, ketakutan, dan ancaman. Rasa bahagia yang dapat muncul di dalam diri si pemelajar bisa saja terjadi karena dia merasa mendapatkan makna ketika mempelajari sesuatu. Dirinya jadi berharga. Dirinya jadi tumbuh berkembang dan berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Atau dia merasa bahagia karena selama menjalani pemelajaran dia diteguhkan sebagai seorang yang berpotensi dan dihargai jerih payahnya dalam memahami sesuatu.
Kebahagian tidak bergantung pada limpahan kekayaan, tulis Jalaluddin Rakhmat dalam meraih Kebahagian. Kebahagian tidak ditentukan oleh keberuntungan. Kebahagian ditentukan oleh perasaan ketersambungan dengan tujuan hidup, dengan masyarakat, dengan hal-hal spiritual, dengan apa saja yang bermakna. Jadi, kebermaknaan yang merupakan komponen ketiga dalam kontek membangun suasana gembira sangat berkaitan dengan nilai kebahagiaan. Kebermaknaan dalam pembelajaran akan membuahkan kebahagiaan bagi para pemelajar.
Apa kemudian hasil konkret dari suasana belajar yang menggembirakan ini? Sekali lagi, marilah kita merujuk kepada rumusan Dave Meier. Meier ternyata tidak hanya merumuskan hal-hal yang berkaitan dengan apa itu makna kegembiraan. Meier ternyata juga telah menyiapkan satu rumusan konkret dari sebuah pembelajaran yang menyenangkan.
Dan,menurutnya, pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran yang dapat membawa perubahan terhadap diri si pemelajar. Dalam kata-kata Meier, hal itu disampaikannya sebagai berikut :
Penelitian mengenai otak dan kaitannya dengan pembelajaran telah mengungkapkan fakta yang sangat mengejutkan : Apabila sesuatu dipelajari dengan sungguh-sungguh, struktur internal sistem saraf kimiawi (atau elektris) seseorangpun berubah. Hal-hal baru tercipta di dalam diri seseorang jaringan saraf baru, jalur elektris baru, asosiasi baru, dan koneksi baru. Dalam proses pembelajaran, para pemelajar harus diberi waktu agarhal-hal baru tersebut benar-benar terjadi di dalam dirinya.apabila tidak, tentu saja takkan ada yang melekat. Juga tak ada yang menyatu, dan tak ada yang benar-benar dipelajari. Pembelajaran adalah perubahan. Apabila tak ada waktu untuk berubah, berarti tidak ada pembelajaran sejati.
Coba perhatikan kata, sungguh-sungguh di atas. Kata-kata ini begitu bermakna dan sangat penting dalam usaha seseorang menjadikan proses belajarnya sebagai upaya untuk mengubah dirinya ke arah yang lebih baik. Sesungguhnya, secara otomatis, setiap orang yang mau dan mampu belajar, tentulah struktur dirinya berubah baik itu berkaitan dengan jaringan saraf baru atau munculnya koneksi sel saraf yang baru.
Sruktur diri yang berubah inibaru akan bermakna apabila orang yang menjalaninya benar-benar dalam keadaan bersungguh-sungguh ketika belajar. Kesungguhan dalam belajar akan membawa seseorang mementingkan proses dan bukan hasil.
Lantas bagaimana kita memahami pentingnya menghadirkan kegembiraan itu dalam belajar secara mudah. Bobbi DePorter dan mike Hernacki, dalam Quantum Learning, membahasakan kegembiraan itu dengan terbangunnya emosi positif.Siapa saja yang dfapat membangun emosi positif di dalam dirinya, tentulah ia akan dapat menghadirkan suasana gembira. Dan menurut DePorter dan hernacki, emosi positif akan membuat otak dapat bekerja secara optimal.
Bayangkan bahwa setiap selesai belajar atau mengajar, kita senantiasa memiliki emosi positif. Apabila kita dapat terus membangun emosi positif, tentulah hal-hal yang berkaitan dengan kehormatan diri dan kepercayaan diri akan semakin meningkat. Akhirnya, keberhasilan dalam belajar dan mengajar pun tidak harus dicapai secara seratus persen pada saat kita selesai melaksanakan belajar atau mengajar. Kita bisa mencapai di bawah seratus persen asal kemudian pencapaian kiat itu dapat terus ditingkatkan akibat dari rasa senang yang terus menjalar di dalam diri kita. Dan proses peningkatan pencapaian kesuksesan dalam belajar atau mengajar itu hanya dimungkinkan apabila kita dapat membangun emosi positif di dalam diri kita.
Dalam buku meraih kebahagiaan, sembari merujuk ke pelbagai penelitianpsikologis, Jalaluddin rakhmat menunjukkan kepada kita bahwa emosipositif akan memperluas pikiran dan tindakan serta membangun sumber daya personal, sementara emosi negatif akan menyempitkan pikiran dan tindakan. Di antara ciri orang yang bahagia, tulis Jalaluddin Rakhmat, ialah emosi positif. Frederickson menyebutkan empat keadaan emosi positif : joy (keceriaan), interes (ketertarikan), contentment (kepuasan atau kelegaan), dan love (cinta atau kasih sayang).
Untuk membangun emosi positif dalam belajar mengajar, Dr.Georgi Lozanov Bapak Accelerated Learning asal Bulgaria kemudian menggunakan iringan musik. Musik mengurangi stres, meredakan ketegangan, meningkatkan energi, dan memperbesar daya ingat. Musik menjadikan orang lebih cerdas, tulis Jeannette Vos The Music Revolution.
Dan selama menggunakan musik dalam belajar, Lozanov menemukan bahwa musik barok menyelaraskan tubuh dan otak. Ia, khususnya, membuka kunci emosional untuk memori super : sistem limbik otak. Sistem inii tidak hanya mengolah emosi, tetapi juga menghubungkan otak sadar dengan otak bawah sadar.
Bagaimana caranya agar emosi positif yang telah kita bangun itu dapat bertahan lama. Bagimana pula cara membangun emosi positif yang kemudian dapat menjadi semacam kebiasaan. Apakah dengan membiasakan diri membangun emosi positif, kita lantas tidak boleh mengisi diri kita dengan emosi negatif misalny kita tidak boleh marah. Apa kira-kira alat bantu selain musik yang dapat memudahkan diri kita dalam membangun emosi positif. Apakah emosi positif dapat kita tularkan kepada orang lain. Apa ciri-ciri fisik dari orang-orang yang memiliki emosi positif.

DAFTAR PUSTAKA

Bobbi De Porter & Mike Hernacki, 2001, Quantum Learning, Membiasakan Belajar Nyaman dan menyenangkan. Bandung: KAIFA
Hakim, Thursan, 2001, Belajar Secara Efektif, Surabaya, Usaha Nasional.
Hernowo, 2004, menjadi Guru yang Mau dan Mampu Mengajar Secara Menyenangkan, Bandung, Mizan Learning Center (MLC)
4http://w,ww.scribd.com/doc/7422782/Skripsihubungan-Motivasi-Belajar-Dengan-Hasil-Belajar-Siswa (Kamis, 5 April 2010, jam 23.20)
Nawawi Hadari, 1997, Belajar dan Teori Pembelajaran, Jakarta, Universitas Terbuka.
I Nyoman Degeng, 2008, Strategi Pembelajaran Penataan Dan Penyampaian Isi , Surabaya, Universitas PGRI Adi Bhuana Surabaya
Oemar Hamalik, 2008, Kurikulum Dan Pembelajaran, Jakarta PT Bumi Aksara.
Yatim Riyanto, 2009, Surabaya, Paradigma Baru Pembelajaran, Kencana Prenada Media Group.

Cara Membangkitkan Motivasi Peserta Didik Dalam Belajar

A. Abstrak
Motivasi adalah apa yang menggerakkan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu atau sekurang-kurangnya mengembangkan sesuatu kecenderungan perilaku tertentu, yang dapat dipicu oleh rangsangan luar, atau yang lahir dari dalam diri orang itu sendiri.”
Pendapat di atas menunjukkan bahwa seseorang melaksanakan sesuatu karena ada dorongan
dari dirinya untuk mencapai sesuatu. Makin kuat dorongan tersebut maka makin optimal pula
ia berupaya agar sesuatu yang dituju dapat tercapai, di mana kalau sesuatu yang diinginkan itu
dapat tercapai maka ia akan merasa berhasil dan juga akan merasa puas.

B. Pendahuluan
Mc. Donald (1959) merumuskan bahwa ..... “ Motivation is and anticipatory goalreaction”,yang artinya, bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dalam rumusan terebut ada tiga unsur yang saling berkaitan, ialah sebagai berikut :
a. Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi.
Perubahan tersebut terjadi disebabkan oleh perubahan tertentu pada system neurofisiologis dalam organisme manusia, misalnya : karena terjadinya perubahan dalam system pencernaan maka timbul motif lapar. Di samping itu, ada juga perubahan energi yang tidak diketajui.
b. Motivasi ditandai oleh timbulnya perasaan (affectif arousal). Mula-mula berupa ketegangan psikologis, lalu berupa suasana emosi. Suasana emosi ini menimbulkan tingkah laku yang bermotif. Perubahan ini dapat diamati pada perbuatannya. Contoh : seseorang terlibat dalam suatu diskusi, dia tertarik pada masalah yang sedang dibicarakan, karenanya dia bersuara/mengemukakan pendapatnya dengan kata-kata yang lancer dan cepat.
c. Motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Pribadi yang bermotifasi mmemberikan respon-respons itu berfungsi mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh perubahan energi dalam dirinya. Tiap respon merrupakan suatau langkah ke arah mencapai tujuan. Contoh : si A ingin mendapat hadiah maka ia belajar misalnya, mengikuti ceramah, bertanya, membaca buku, menempuh tes, dan sebagainya.

C. Pembahasan
Analisis motivasi. Antara kebutuhan – motivasi – perbuatan atau tingkah laku, tujuan dan kepuasan terhadap hubungan dan kaitan yang erat. Setiap perbuatan disebabkan oleh motivasi. Adanya motivasi kerena seseorang merasakan adanya kebutuhan dan untuk mencapai tujuan tertentu pula. Apabila tujuan tercapai, maka ia akan merasa puas. Tingkah laku yang memberikan kepuasan terhadap suatu kebutuhan cenderung untuk diulang kembali, sehingga menjadi lebih kuat dan mantap.
1. dalam diri seseorang yang menimbulkan dorongan melakukan suatu perbuatan / tindakan untuk mencapai tujuan. Kebutuhan timbul karena adanya perubahan dalam diri organisme, atau disebabkan oleh rangsangan kejadian – kejadian di lingkungan organisme. Kebutuhan tersebut mendorong/ menimbulkan dorongan atau motivasi bagi seseorang untuk bertingkah laku / melakukan perbuatan tertentu.
2. Motivasi dan drive. Drive adalah suatu perubahan dalam struktur neurophysiologis yang menjadi dasar organis dari pada perubahan energi, yang disebut ‘motivasi’.dengan kata lain, motivasi timbul disebabkan oleh perubahan-perubahan neurophysiologis. Hal ini menunjukan , bahwa hubungan antara mitivasi dan drive ternyata sangat erat.
3. Motivasi dan tujuan. Tujuan adalah sesuatu yang hendak dicapai oleh suatu perbuatan, yang apabila tercapai akan memuaskan kebutuhan individu. Tujuan yang jelas dan disadari akan mempengaruhi kebutuhan yang pada gilirannya akan mendorong timbulnya motivasi. Ini berarti, bahea suatu tujuan dapat juga membangkitkan motivasi dalam diri seseorang.
4. Motivasi dan insentif. Insentif ialah hal-hal yang disediakan oleh lingkungan dengan maksud merangsang siswa bekerja lebih giat lagi dan lebih baik. Insentif dapat berupa hadiah, harapan. Lingkungan berupa guru atau orang lainnya yang berupaya mendorong motivasi siswa. Insentif dapat memuaskan atau tidak memuaskan kebutuhan siswa. Insentif dapat menjadi identik dengan tujuan atau menjadi tujuan itu sendiri. Hal ini menunjukan bahwa hubungan antara motivasi dan isentif sangat erat.
Guru-guru sering menggunakan insentif untuk membangkitkan motivasi kepada peserta didik untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Insentif ini akan bermanfaat bila mengandung tujuan yang dapat memberi kepuasan kepada kebutuhan psikologis peserta didik. Dalam keadaan ini, guru harus kreatif dan imajinatif dalam upaya menyediakan insentif tersebut.
Pengertian Motivasi Belajar dalam bukunya yang berjudul : Belajar secara Efektif, Hakim berpendapat bahwa yang dimaksud dengan motivasi : “Motivasi didefinisikan sebagai suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu”.
Pendapat di atas menunjukkan bahwa seseorang melaksanakan sesuatu karena ada dorongan dari dirinya untuk mencapai sesuatu. Makin kuat dorongan tersebut maka makin optimal pula ia berupaya agar sesuatu yang dituju dapat tercapai, di mana kalau sesuatu yang diinginkan itu dapat tercapai maka ia akan merasa berhasil dan juga akan merasa puas.
Istilah motivasi adalah kata yang berasal dari bahasa latin yaitu “movere yang berarti menggerakkan.”
Banyak ragam teori motivasi yang akan diutaran dalam bab ini . namun terlebih dahulu akan ditampilkan suatu model yang bisa merangsang tumbuhnya motivasi siswa di dalam pembelajarannya.
Seseorang yang melakukan suatu tindakan pasti ada tujuan yang ingin dicapai. Senada dengan pengertian tersebut di atas, Freemont dan James, seperti yang diterjemahkan oleh Hasyim Ali menyatakan :
“Motivasi adalah apa yang menggerakkan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu atau sekurang-kurangnya mengembangkan sesuatu kecenderungan perilaku tertentu, yang dapat dipicu oleh rangsangan luar, atau yang lahir dari dalam diri orang itu sendiri.”
Setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan yang secara sadar maupun tidak, berusaha untuk mewujudkannya. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan merupakan awal timbulnya suatu perilaku, diperlukan adanya suatu dorongan (motivasi) yang mampu menggerakkan atau mengarahkan perilaku tersebut. Setiap manusia berbeda antara satu dengan lainnya, perbedaan itu selain pada kemampuannya dalam bekerja juga tergantung pada keinginannya untuk bekerja atau tergantung kepada keinginan, dorongan dan kebutuhannya untuk bekerja. Keinginan untuk bekerja dalam hal ini disebut motivasi. Menurut Sardiman A.M Motivasi adalah : Motivasi dapat juga dikatakan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka tersebut. Jadi motivasi itu dapat dirangkai oleh factor dari luar tetapi motivasi adalah tumbuh di dalam diri seseorang.”
Motivasi yang tumbuh dalam diri seseorang, kita kenal sebagai motivasi internal yang tumbuh karena adanya kebutuhan dan keinginan.
Sedangkan motivasi yang tumbuh di luar diri seseorang disebut motivasi eksternal yang harus diciptakan dan diarahkan supaya dapat membantu tumbuhnya motivasi internal. Sedangkan menurut Hadari Nawawi membedakan motivasi menjadi dua yaitu : Motivasi intrinsik, yaitu dorongan yang terdapat didalam pekerjaan, yang dilakukan motif ekstrinsik, yakni dorongan yang berasal dari luar pekerjaan yang sedang dilakukan.
Dari berbagai teori dan penanganan mengenai motivasi yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu kondisi internal yang mampu menimbulkan dorongan dalam diri manusia yang menggerakkan dan mengarahkan untuk melakukan perilaku dan aktifitas tertentu guna mencapai tujuan dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Motivasi dalam Belajar
Menurut Salnadi Sutadipura yang memberikan pendapat mengenai motivasi dalam praktek belajar. Motivasi dalam belajar adalah merupakan suatu proses, yang mana proses tersebut dapat:
a. Membimbing anak didik kita ke arah pengalaman-pengalaman, dimana kegiatan belajar itu dapat berlangsung.
b. Memberikan kepada anak didik kita itu kekuatan, aktivitas dan
kewaspadaan yang memadai
c. Pada suatu saat mengarahkan perhatian mereka terhadap suatu tujuan. Menurut Pasaribu dan B. Simanjuntak motivasi yang menggerakkan anak sehingga mau belajar adalah :
Motif psikologis, motif praktis, motif pembentukan kepribadian, motivasi kesusilaan, motivasi sosial dan motivasi ketuhanan.

D. Kesimpulan
Berdasarkan analisis teori-teori motivasi yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu kondisi internal yang mampu menimbulkan dorongan dalam diri manusia yang menggerakkan dan mengarahkan untuk melakukan suatu perilaku atau aktivitas tertentu guna mencapai tujuan dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan tersebut merupakan wujud tingkah laku nyata motivasi yang dimiliki setiap manusia.






DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Thursan, 2001, Belajar Secara Efektif, Surabaya, Usaha Nasional.
4http://www.scribd.com/doc/7422782/Skripsihubungan-Motivasi-Belajar-Dengan-Hasil-Belajar-Siswa (Kamis, 5 April 2010, jam 23.20)
Nawawi Hadari, 1997, Belajar dan Teori Pembelajaran, Jakarta, Universitas Terbuka.
I Nyoman Degeng, 2008, Strategi Pembelajaran Penataan Dan Penyampaian Isi , Surabaya, Universitas PGRI Adi Bhuana Surabaya
Oemar Hamalik, 2008, Kurikulum Dan Pembelajaran, Jakarta PT Bumi Aksara.
Yatim Riyanto, 2009, Surabaya, Paradigma Baru Pembelajaran, Kencana Prenada Media Group.